HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM KE 2
Daftar isi [Buka]
Pada bahasan sebelumnya kita telah belajar bersama tentang sumber hukum
Islam yang pertama, yakni
al-Qur'an. Dalam kesempatan pertemuan kali ini kita akan belajar bersama tentang
sumber hukum Islam yang ke-2, yakni Hadis
A. Pengertan Hadis atau Sunnah
Secara bahasa, hadis berarti perkataan atau ucapan. Menurut
istilah, hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallama
Hadis juga dinamakan sunnah. Namun demikian, ulama hadis membedakan hadis dengan sunnah. Hadis adalah ucapan atau
perkataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama, sedangkan sunnah adalah segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama yang menjadi sumber hukum Islam.
Hadis dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama terdiri atas beberapa bagian yang saling terkait satu sama lain.
Bagian-bagian hadis tersebut antara lain sebagai berikut :
- Sanad, yaitu sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan hadis dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama sampai kepada kita sekarang ini.
- Matan, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama
- Rawi, yaitu orang yang meriwayatkan hadis
B. Kedudukan Hadis atau Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam
Sebagai sumber hukum Islam, hadis berada satu tingkat di bawah al-Qur’ān.
Artinya, jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al-Qur’ān,
yang harus dijadikan sandaran berikutnya adalah hadis tersebut.
Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam surat
al-Hasyr/59:7 : “... dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.
Demikian pula firman Allah Swt. dalam ayat yang lain :
Artinya: “Barangsiapa mentaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa berpaling (darinya), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.” (Q.S. an-Nisā’/4:80)
Sekarang, kamu sudah paham tentang peran penting hadis
sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’ān, bukan? Sekarang mari kita lihat kedudukan hadis terhadap sumber hukum Islam pertama, yaitu
al-Qur’ān
C. Fungsi Hadis terhadap al-Qur’ān
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama sebagai pembawa risalah
Allah subhanahu wa ta'ala bertugas menjelaskan ajaran yang diturunkan Allah subhanahu wa ta'ala melalui al-Qur’ān kepada umat manusia. Oleh karena itu, hadis berfungsi untuk menjelaskan
(bayan) serta menguatkan hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’ān.
Fungsi hadis terhadap al-Qur’ān dapat dikelompokkan menjadi
empat yaitu sebagai berikut :
- Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’ān yang masih bersifat umum
Contohnya adalah ayat al-Qur’ān yang memerintahkan śalat.
Perintah śalat dalam al-Qur’ān masih bersifat umum sehingga diperjelas
dengan hadis-hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama tentang
śalat, baik tentang tata caranya maupun jumlah bilangan raka’at-nya. Untuk menjelaskan perintah
śalat tersebut, misalnya keluarlah sebuah hadis yang berbunyi, “Śalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku śalat”. (H.R. Bukhari)
- Memperkuat pernyataan yang ada dalam al-Qur’ān
Seperti dalam al-Qur’ān terdapat ayat yang menyatakan, “Barangsiapa di antara kalian melihat bulan, maka berpuasalah !” Kemudian ayat tersebut diperkuat oleh sebuah hadis yang berbunyi,
“... berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena
melihatnya ...” (H.R. Bukhari dan Muslim)
- Menerangkan maksud dan tujuan ayat yang ada dalam al-Qur’ān
Misal, dalam Q.S. at-Taubah/9:34 dikatakan, “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah Swt., gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih!” Ayat ini dijelaskan oleh hadis yang berbunyi, “Allah subhanahu wa ta'ala tidak mewajibkan zakat kecuali supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakat.” (H.R. Baihaqi)
- Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’ān
Maksudnya adalah bahwa jika suatu masalah tidak terdapat hukumnya dalam al-Qur’ān, maka diambil dari hadis yang sesuai.
Misalnya, bagaimana hukumnya seorang laki-laki yang menikahi saudara perempuan istrinya. Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah
hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama:
Artinya: “Dari Abi Hurairah radhiyallahu 'anhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama bersabda: “Dilarang seseorang mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang perempuan dengan saudara dari ayahnya serta seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya.” (H.R. Bukhari)
D. Macam-Macam Hadis
Ditinjau dari segi perawinya, hadis terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu :1. Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi, baik dari kalangan para sahabat maupun generasi sesudahnya dan dipastikan di antara mereka tidak bersepakat dusta.
Contohnya adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama bersabda: Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya adalah neraka.” (H.R. Bukhari, Muslim)
2. Hadis Masyhur
Hadis Masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang tidak mencapai derajat mutawatir, namun setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh sekian banyak tabi’in sehingga tidak mungkin bersepakat dusta. Contoh hadis jenis ini
adalah hadis yang artnya, “Orang Islam adalah orang-orang yang tidak mengganggu orang lain dengan lidah dan tangannya.” (H.R. Bukhari, Muslim dan Tirmizi)
3. Hadis Aĥad
Hadis Aḥad adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu
atau dua orang perawi, sehingga tidak mencapai derajat mutawatir.
Dilihat dari segi kualitas orang yang meriwayatkannya (perawi), hadis dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu :
- Hadis Śaḥiḥ adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya, tajam penelitiannya, sanadnya bersambung kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallama, tidak tercela, dan tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya. Hadis ini dijadikan sebagai sumber hukum dalam beribadah (hujjah).
- Hadis Ḥasan, adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang kuat hafalannya, sanadnya bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan. Sama seperti hadis śaḥiḥ, hadis ini dijadikan sebagai landasan mengerjakan amal ibadah.
- Hadis Da’īf, yaitu hadis yang tidak memenuhi kualitas hadis śaḥīiḥ dan hadis Ḥasan. Para ulama mengatakan bahwa hadis ini tidak dapat dijadikan sebagai hujjah (dalil hukum), tetapi dapat dijadikan sebagai motivasi dalam beribadah.
- Hadis Maudu’, yaitu hadis yang bukan bersumber kepada Rasulullah atau hadis palsu. Dikatakan hadis padahal sama sekali bukan hadis. Hadis ini jelas tidak dapat dijadikan landasan hukum, hadis ini tertolak.
Demikianlah penjelasan tentang Hadis Nabi sebagai pedoman hidup sekaligus
sebagai sumber hukum Islam yang ke-2.
Mudah-mudahan dapat dipahami dan bermanfaat
Ditulis Oleh : Admin | My Haka Blog
Terima kasih Anda telah membaca artikel yang berjudul HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM KE 2, Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan berguna untuk Anda. Kritik dan saran silahkan kirim melalui kotak komentar di bawah ini. Jangan lupa share jika dirasa bermanfaat ....
0 Response to "HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM KE 2"
Post a Comment